Tuesday, July 15, 2008

STRATEGI MEMBANGUN INSTITUSI PENDIDIKAN UNGGULAN

STRATEGI MEMBANGUN INSTITUSI PENDIDIKAN UNGGULAN
Oleh:
AGUNG PRAPTAPA
Universitas Jenderal Soedirman
Disampaikan dalam Seminar Nasional “Kupas Tuntas Dunia Pendidikan” yang diselenggarakan oleh HPMI di Banjarnegara tanggal 13 Juli 2008.

PENDAHULUAN
Kesalahan besar para pengelola institusi pendidikan adalah sikapnya yang malu-malu untuk mengatakan bahwa mereka sedang melakukan suatu usaha atau bisnis. Perkataan bisnis yang sering diartikan orang sebagai “dagang” (dan ini salah!) ditelan mentah-mantah dan kemudian dengan lantangnya mereka mengatakan bahwa “kami tidak berbisnis.” Akibatnya, mereka mempunyai legitimasi untuk boleh rugi, tidak berkembang, seadanya, dan bahkan ketidak-cukupan.
Beberapa institusi pendidikan yang ‘lebih cerdas’ melakukan praktek bisnis namun mereka berpura-pura sedang tidak berbisnis karena dunia pendidikan dianggap ‘musuh gelap’ dunia bisnis. Kelompok ini menerapkan konsep bisnis tetapi setengah-setengah. Akibatnya, institusi semacam ini sangat sering ditunggangi oleh pihak-pihak yang mengambil ‘kesempatan dalam kesempitan’. Institusi pendidikan dijadikannya sebagai sapi perah untuk misi pribadinya.
Yang akan diluruskan dalam paper ini adalah paham tentang bisnis hanya sebagai “dagang” seperti halnya toko kelontong adalah salah. Berbisnis adalah melakukan kegiatan untuk mendapatkan “benefit” (manfaat) dengan “cost” (pengorbanan) tertentu. Bisnis yang sehat adalah yang benefitnya lebih besar dari pada costnya. Dengan demikian kegiatan bisnis adalah kegiatan “memberi”, kegiatan mencari manfaat, kegiatan yang harus dilakukan secara berhati-hati (agar cost tidak melebihi benefitnya). Agama Islam bahkan mengajak umatnya untuk melakukan kegiatan yang menuai manfaat agar kita tidak termasuk golongan orang-orang yang merugi. Jadi paper ini akan menyanggah paham bahwa institusi pendidikan adalah institusi yang harus dikasihani, harus terus diberi, dan dimaklumi kalau tidak berkembang. Dengan kata lain, institusi pendidikan harus dikelola secara “bisnis” dalam arti yang benar.
Institusi pendikan harus dibangun dengan metoda yang tepat. Ini bersifat “khas” sebagaimana institusi bisnis lainnya juga memiliki ke-khas-annya sendiri-sendiri. Dalam paper ini akan didiskusikan strategi untuk membangun institusi pendidikan yang dapat menang bersaing, tidak mudah runtuh, dan memiliki keunggulan untuk menjaga kelangsungan hidupnya.

STRATEGI DAN APLIKASINYA DI DUNIA PENDIDIKAN
Strategi adalah cara-cara tertentu yang dipilih oleh seseorang ataupun suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Sedangkan tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai sesuai misi dan visi yang telah ditetapkan. Secara teori, strategi dapat dibedakan sebagai corporate strategy, business unit strategy, dan functional strategy.
Aplikasi masing-masing strategy dalam dunia pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut ini.[tampilan dimodifikasi karena tidak ada fasilitas tabel]

Level of Strategy & Questions as Guidances

A. Corporate strategy
Pada jenis pendidikan apa saja kita akan berusaha?
Pada level pendidikan apa saja?
Mau membangun dari awal atau membeli?
Merger atau akuisisi?
B. Business Unit Strategy
Apa keunggulan yang ditawarkan?
Apa bedanya dengan sekolah lain?
Bagaimana strategi harga?
Pada segmen masyarakat mana yang akan dibidik?
Bagaimana promosinya?
C. Functional strategy
Strategy dalam penyusunan kurikulum
Strategy pembelajaran
Strategy penggunaan fasilitas

Tabel di atas sekedar memberikan gambaran bahwa banyak hal yang harus kita lakukan untuk menyusun suatu strategi. Kecuali menentukan area di tiap-tiap level juga harus mensinkronkan strategi yang satu dengan strategi yang lain, jangan sampai terjadi konflik antar startegi (conflict among strategies). Dengan kata lain, strategi harus dimanaj dengan baik. Hal ini dikarenakan tidak semua stratgi memiliki nilai stategis.
Memang beberapa orang menyunkai srategipstrategi yang tidak beresiko. Sayangnya tidak diperhatikan tentang value yang dapat dihasilkan dari strategi yang diterapkan, Contoh strategi yang tidak strategis adalah sebagai berikut:
1. Strategi free flow, yaitu membiarkan segala sesuatu mengalir begitu saja.
2. Strategi waiting up, atau pasarah salah, yaitu suatu startegi yang dilatarbelakangi suatu paham bahwa segalanya kalau memang sudah rejekinya ya akan datang juga, sehingga pada prinsipnya mereka lebih suka menunggu dan melihat apa yang terjadi kemudian kita meresponnya. Kita hanya wait and see.
3. Strategi minimalis, atau yang sering disebut juga sebagai AsNut (asal manut), yaitu memenuhi persyaratan minimal saja yang penting sudah sesuai dengan ketentuan. Startegi ini venderung aman dan low cost, hanya saja benefit yang didapatkan masih perlu dipertanyakan.
Tiga strategi yang dijadikan contoh di atas mungkin saja berjalan dan bisa membuahkan hasil, namun kita akan jauh tertinggal dengan kompetitor yang lebih cerdas dalam menerapkan strateginya. Kita harus ingat bahwa kita bukanlah satu-satunya pemain, ada kompetitor yang terus aktif menyusun dan sealau mengevaluasi strateginya.

INSTITUSI PENDIDIKAN YANG UNGGUL
Keunggulan suatu organisasi bergantung pada apakah oganisasi tersebut memiliki keunngulan bersaing atau tidak (competitive advantages). Disini perlu diingat bahwa organisasi yang memiliki comparative advantage tidak secara otomatis memiliki competitive advantage. Sebagai contoh, belum tentu sekolah yang memiliki gedung yang lebih besar akan secara otomatis menang bersaing dengan sekolah yang memiliki fasilitas gedung yang lebih kecil. Mengapa? Karena gedung yang lebih besar bisa saja berarti high maintenance cost, low occupance rate, dan tidak proportional. Sedangkan fasilitas gedung yang lebih kecil bisa lebih baik apabila lebih efisien dan level of utilizationnya tinggi. Untuk itulah maka setiap organisasi harus memperhatikan core competence-nya.
Yang dimaksud dengan core competence adalah hal-hal yang secara nyata kita bisa lakukan yang merupakan kekhasan kita yang tidak mudah dilakukan oleh orang lain atau yang kita bisa lakukan lebih baik dari orang lain. Jadi ini berkaitan dengan apa sebenarnya yang kita andalkan, apa sebenarnya yang kita jual, dan apa sebenarnya yang dibeli oleh kustomer kita. Penetapan core competence akan berpengaruh pada startegi yang kita terapkan.
Memahami “what customer really buy” merupakan tugas penting kita karena bila kita salah dalam memahami hal ini maka stategi yang kita terapkan bisa salah atau tidak efektif. Sebagai contoh, kalau sebagian besar murid memutuskan memilih sekolah “X” karena lokasinya dekat rumah maka strategi promosinya harus berbeda dengan bila sebagian besar muridnya memilih sekolah tersebut karena kekhasan programnya. Jadi, strategi promosi SMAN 1 Bawang (yang dipilih karena lokasinya) harus berbeda dengan strategi Promosi SMA Taruna Magelang (yang dipilih kaena kekhasannya).

PENUTUP
Institusi pendidkan adalah non profit organization, tetapi harus dikelola secara bisnis, yaitu selalu memperhatikan cost benefitnya. Organisasi harus menentukan secara cerdas cor-competance-nya agar memiliki competitive advantage. Orang-orang dalam organisasi (organizational member) merupakan kunci dan sumber daya utama untuk suksesnya suatu otganisasi.
Strategi harus direncanakan dan dimanaj dengan baik agar efektif dan efisien. Strategi yang tidak dimanaj dapat berakibat timbulnya konflik antar strategi.

Saturday, April 26, 2008

Thursday, April 24, 2008

Paradigma Organisasi dan Sosial dalam dunia akuntansi

Teori akuntansi dapat dibedakan melalui empat kuadran paradigma yang menyebutkan bahwa model dan teori dapat didekati dengan menggunakan 4 paradigma yang berbeda, yang masing-masing adalah:
1. Structural functionalist
2. Interpretivist
3. Radical structuralist
4. Postmodernist

1. Structural functionalist

Paradigma ini mengasumsikan bahwa sistem sosial adalah suatu hal yang kongkrit, memiliki fenomena yang berifat empiris, yang serba sistematik seperti halnya metodologi yang digunakan dalam ilmu alam (natural science).

Paradigma ini paling umum digunakan, dan sering juga disebut sebagai rational contingency paradigm. Pendekatannya juga sering disebut sebagai scientific positism. Disini periset dipandang sebagai seseorang yang netral, obyektif, dan bebas dari segala kepentingan (value free observers).

2. Interpretivist

Paradigma interpretivist disebut juga subjective interactionist paradigm. Setidaknya ada 2 hal utama yang membedakan interpretivist dengan structural functionalist dalam melakukan riset di bidang akuntansi. Yang pertama, fokusnya tidak sekedar bagaimana organisasi dapat berjalan secara lancar, namun juga riset yang dilakukan juga untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam bagaimana manager dan karyawan memahami, berfikir tentang, berinteraksi dengan, dan menggunakan akuntansi dan control system. Yang kedua, interactionist tidak percaya adanya realitas yang tunggal, obyektif, dan konkrit. Bagi interpretivist, seseorang dalam organisasi akan menginterpretasikan situasi dengan caranya sendiri dan sesuatu bisa memiliki arti yang bersifat personal (personal meaning).

3. Radical structuralist


4. Postmodernist

Model dan Teori

Dunia ini terdiri dari sistem yang sangat kompleks. Untuk memahaminya kita dapat melalui model dan teori. Ini berlaku pula dalam dunia akuntansi. Apa bedanya model dan teori?

Model adalah penyederhanaan dari dimensi atau variabel untuk merepresentasikan suatu hal yang nyata (the real thing) yang kemudian dipaket (packages) menjadi suatu konsep yang komprehensif.

Teori adalah suatu diskripsi yang menjelaskan bagaimana dimensi dan variabel saling berhubungan atau saling terkait.

Apakah suatu hal yang nyata dapat dijelaskan oleh model dan teori secara seragam? hanya satu model atau atu teori untuk satu hal yang nyata? Ternyata tidak. Mengapa? karena adanya cara pandang yang berbeda dalam memahami dunia ini. Dengan kata lain, terdapat perbedaan paradigma dalam melihat dunia. Seperti apa perbedaan paradigma tersebut? Akan dijelaskan disini teori 4 kuadran tentang perbedaan paradigma.

Sumber:
Norman & macintosh (1994) p. 3

Tuesday, April 22, 2008

Random Sampling

Random sampling memberikan kesempatan yang sama pada anggota populasi untuk terpilih menjadi sampel.

Tiga metode random sampling yang sering dipakai:
a. random number sampling (sampling nomor acak)
b. interval sampling (sampling interval)
c. stratified random sampling (sampling acak terstratifikasi)

Random number sampling menggunakan alogaritma komputer atau tabel angka yang telah diacak untuk memilih sampel. Metoda ini dianggap yang paling representatif karena adanya keyakinan yang lebih besar bahwa semua anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih.

Interval sampling memilih secara acak anggota populasi yang pertama menjadi sampel, dan sampel selanjutnya dipilih merdasarkan interval tertentu dari sampel yang terpilih sebelumnya.

Stratified random sampling tepat digunakan apabila terdapat variasi yang besar antara anggota populasi. Anggota populasi dipisahkan menjadi beberapa tingkatan (strata), kemudian sampel diambil secara random pada tiap-tiap strata,

Sampling dalam audit

Sampling adalah suatu proses pengambilan kesimpulan dari suatu populasi dengan hanya menggunakan sebagian dari anggota populasi yang disebut sampel. Sampel yang berkualitas dapat merepresentasikan populasi.Tujuan menggunakan sampel adalah agar didalam mengambil kesimpulan dapat lebih efisien dengan tetap terjaga efektivitasnya. Namun demikian, dalam dunia auditing,penggunaan sampel tidak selalu lebih efisien, terutama apabila sistem akuntansi yang ada sudah berbasis komputer, karena dengan bantuan software tertentu pengambilan data 100% tidaklah menjadi masalah.

Pengambilan sampel memerlukan langkah-langkah tertentu agar sampel yang diambil dapat merepresentasikan populasi. Seorang auditor dapat menggunakan directed sample (sampel terarah) maupun random sample (sampel acak).

Directed sample digunakan apabila auditor mendeteksi ada sesuatu yang perlu dicurigai sehingga ada bukti-bukti tertentu yang harus didapatkan secara lebih serius.

Apakah sampel yang telah dipilih dengan metoda tertentu menjamin mereprentasikan populasi dengan baik? tentu saja tidak ada jaminan 100%. Inilah yang disebut resiko pemeriksaan (audit risk), yaitu adanya resiko bahwa kesimpulan atas populasi yang berdasarkan sampel tersebut tidak tepat.

Ref: Sawyers (2006)

AP*

Satu Lagi Blog Saya untuk E Learning

Pada hari yang indah dan menggairahkan ini, saya bangun satu blog lagi untuk fasilitas e learning saya. Tujuan membuat blog ini secara terpisah adalah agar memudahkan pembaca maupun saya saya sendiri dalam mengikuti artikel yang saya tulis ataupun kutipan penting yang berkaitan dengan artikel-artikel saya. Mari maju dan sukses bersama.

Agung Praptapa