Thursday, October 18, 2012

PMK Nomor 80/PMK.03/2009

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 80/PMK.03/2009

TENTANG

SISA LEBIH YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH BADAN ATAU LEMBAGA NIRLABA YANG
BERGERAK DALAM BIDANG PENDIDIKAN DAN/ATAU BIDANG PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN, YANG DIKECUALIKAN DARI OBJEK PAJAK PENGHASILAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf m Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan Lembaga atau Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan/atau Bidang Penelitian dan Pengembangan yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
    2. Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);     
    3. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;           


MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG SISA LEBIH YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH BADAN ATAU LEMBAGA NIRLABA YANG BERGERAK DALAM BIDANG PENDIDIKAN DAN/ATAU BIDANG PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, YANG DIKECUALIKAN DARI OBJEK PAJAK PENGHASILAN.   
             
 
Pasal 1

(1) Sisa lebih yang diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada pihak manapun, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan.            
(2) Sisa lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah selisih dari seluruh penerimaan yang merupakan objek Pajak Penghasilan selain penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan tersendiri, dikurangi dengan pengeluaran untuk biaya operasional sehari-hari badan atau lembaga nirlaba.            
(3) Badan atau lembaga nirlaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya.  
(4) Sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:          
  1. Pembelian atau pembangunan gedung dan prasarana pendidikan, penelitian dan pengembangan termasuk pembelian tanah sebagai lokasi pembangunan gedung dan prasarana tersebut;        
  2. pengadaan sarana dan prasarana kantor, laboratorium dan perpustakaan;        
  3. pembelian/pembangunan asrama mahasiswa, rumah dinas guru, dosen atau karyawan, dan sarana prasarana olahraga, sepanjang berada di lingkungan/lokasi lembaga pendidikan formal.        


Pasal 2

(1) Apabila setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) terdapat sisa lebih yang tidak digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4), sisa lebih tersebut diakui sebagai penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan pada tahun pajak berikutnya, setelah jangka waktu 4 (empat) tahun tersebut ditambah dengan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.            
(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) terdapat sisa lebih yang digunakan selain untuk pengadaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4), sisa lebih tersebut diakui sebagai penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan ditambah dengan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.            


Pasal 3
          
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengadaan sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan yang dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.              


Pasal 4

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009.              

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.              

 


  Ditetapkan di Jakarta  
pada tanggal 22 April 2009  
MENTERI KEUANGAN  

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI

PPh untuk Sekolahan

Di tengah keraguan masyarakat akan peranan pajak dalam memajukan pendidikan di Indonesia, sebenarnya pemerintah telah memberikan keringanan pajak terhadap institusi pendidikan. Hal ini mengingat pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa dan masih terbatasnya anggaran negara untuk bidang pendidikan.
Dalam peranannya tersebut, pemerintah memberikan insentif bagi organisasi nirlaba yang menginvestasikan penghasilan yang diperolehnya pada pengembangan dunia pendidikan. Terhadap laba yang diperoleh oleh organisasi pendidikan tersebut yang diinvestasikan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh). Artinya, apabila organisasi pendidikan tersebut mendapatkan laba, laba yang seharusnya dikenakan pajak (PPh) tidak akan dikenakan PPh jika laba tersebut ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana. Pemerintah memberikan jangka waktu selama 4 (empat) tahun sejak laba tersebut diperoleh, untuk ditanamkan kembali.
Akan tetapi, setelah lewat dari 4 (empat) tahun laba tersebut tidak digunakan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan maka akan dikenakan pajak penghasilan pada tahun pajak berikutnya setelah lewat jangka waktu 4 (empat) tahun tersebut. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf m Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh). Selanjutnya dasar pelaksanaannya diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2009 tentang Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan Lembaga atau Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan/atau Bidang Penelitian dan Pengembangan yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan. Petunjuk teknisnya diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-44/PJ./2009 tentang Pelaksanaan Pengakuan Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan atau Lembaga Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan/atau Bidang Penelitian danPengembangan yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan
Sementara itu, sarana dan prasarana pendidikan tersebut meliputi sebagai berikut:
  1. Pembelian atau pembangunan gedung dan prasarana pendidikan, penelitian dan pengembangan termasuk pembelian tanah sebagai lokasi pembangunan gedung dan prasarana tersebut;       
  2. Pengadaan sarana dan prasarana kantor, laboratorium dan perpustakaan;       
  3. Pembelian/pembangunan asrama mahasiswa, rumah dinas guru, dosen atau karyawan, dan
  4. Sarana prasarana olahraga, sepanjang berada di lingkungan/lokasi lembaga pendidikan formal.  
Sebagai ilustrasi, jika sebuah organisasi nirlaba yang menyelenggarakan pendidikan tersebut mencatatkan laba sebesar Rp 10 miliar pada tahun 2011, organisasi tersebut dapat menggunakan fasilitas pajak yaitu yang seharusnya pada tahun 2011 dikenakan PPh sebesar Rp 2,5 miliar (25% x Rp 10 miliar) tetapi tidak akan dikenakan PPh jika organisasi tersebut menggunakan laba sebesar Rp 10 miliar tersebut dalam jangka waktu 4 tahun untuk menambah bangunan kelas atau menambah buku perpustakaan. Artinya, organisasi nirlaba yang menyelenggarakan pendidikan tersebut terbebas dari tagihan PPh. Namun, jika sampai dengan tahun 2015 (4 tahun setelah 2011) laba tersebut tidak digunakan semuanya, maka laba tersebut akan dikenakan PPh. Adapun badan nirlaba yang menyelenggarakan pendidikan tersebut wajib menyampaikan pemberitahuan mengenai rencana fisik sederhana dan rencana biaya pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat badan nirlaba tersebut terdaftar dengan tindasan kepada instansi yang membidanginya.
Selain insentif tersebut, pemerintah memiliki peranan lain dalam pengembangan dunia pendidikan, terhadap sumbangan dari pihak ketiga yang langsung digunakan untuk investasi di bidang pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf j dan huruf l UU PPh. Dalam UU PPh diatur bahwa terhadap Wajib Pajak yang memberikan sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia serta sumbangan fasilitas pendidikan maka sumbangan tersebut menjadi biaya yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak Wajib Pajak tersebut sesuai dengan persyaratan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.
Insentif pemerintah yang lain di bidang pendidikan adalah dalam rangka pemberian beasiswa. Penerima beasiswa yang mengikuti pendidikan formal dan/atau pendidikan nonformal di dalam negeri dan/atau di luar negeri dikecualikan dari objek PPh. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008 tentang Beasiswa yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2009.
Adapun lebih lanjut diatur bahwa komponen beasiswa tersebut terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah (tuition fee), biaya ujian dan biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil. Selain itu, komponen tersebut juga dapat berupa biaya untuk pembelian buku dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan            daerah lokasi tempat belajar.
Sementara itu, bagi perusahaan pemberi beasiswa, biaya pemberian beasiswa sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf g UU PPh, dapat dibebankan sebagai biaya dengan memperhatikan kewajarannya.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya insentif atau keringanan pajak yang diberikan oleh pemerintah, diharapkan dapat memberikan payung hukum untuk menguatkan kerja sama badan nirlaba di bidang pendidikan dengan pihak lain. Ketentuan tersebut sekaligus untuk menghindari pengelolaan pendidikan sebagai investasi dan komersialisasi, sehingga penambahan dana pendidikan tidak lagi mengandalkan iuran dari siswa atau mahasiswa. (kpl/aia)

Sumber:
http://www.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/fasilitas-pph-pendidikan-peranan-pajak-memajukan-pendidikan-0ebc3b.html
 

Pajak atas Yayasan

Pajak atas Yayasan

<p>Your browser does not support iframes.</p>
Saat ini di Indonesia bermunculan berbagai macam yayasan, baik yang tujuannya utamanya adalah benar-benar untuk kepentingan sosial (nirlaba) seperti yayasan keagamaan maupun tujuannya untuk memperoleh profit (walaupun tidak dinyatakan secara jelas) seperti yayasan pendidikan.

Jika ditinjau dari sisi perpajakan maka yayasan memiliki kekhasan tersendiri. Pada kesempatan ini akan dibahas Yayasan ditinjau dari aspek pajak, yang diatur dalam UU PPh, KMK 604/94, KEP – 87/PJ./1995, SE-34/95 dan SE – 39/PJ.4/1995.
 
PAJAK PENGHASILAN
Subjek Pajak

Yayasan termasuk di dalam definis badan sehingga merupakan Subjek Pajak Penghasilan, hal ini diatur dalam Pasal 2 ayat 1 (b) UU PPh

Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.


Objek Pajak

Penghasilan yayasan atau organisasi yang sejenis yang bukan merupakan Objek Pajak.Penerimaan yayasan atau organisasi yang sejenis dapat dibedakan antara penerimaan yang bukan Objek Pajak dan penerimaan yang merupakan Objek Pajak

Penerimaan atau penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak
a.    1)    bantuan atau sumbangan;
        2)    harta hibahan yang diterima oleh yayasan atau organisasi yang sejenis sebagai badan
               keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial sebagaimana dimaksud dalam
               Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 604/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994;
        sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
        antara pihak yang memberi dengan pihak yang menerima. Apabila bantuan, sumbangan atau
        hibah tersebut berupa harta yang dapat disusutkan atau diamortisasi, harta tersebut harus
        dibukukan oleh pihak yang menerima sesuai dengan nilai sisa buku pihak yang memberikan.
    b. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh yayasan atau organisasi yang sejenis
        dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan
        di Indonesia.
    c. bantuan atau sumbangan dari Pemerintah.

Penghasilan yayasan atau organisasi yang sejenis yang merupakan Objek  Pajak Penghasilan
1.    Penghasilan yang merupakan Objek Pajak adalah semua penghasilan yang diterima atau
        diperoleh yayasan atau organisasi yang sejenis sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 ayat
        (1) Undang-undang PPh antara lain adalah :
        a.    penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha, pekerjaan, kegiatan, atau jasa;
        b.    bunga deposito, bunga obligasi, diskonto SBI dan bunga lainnya;
        c.    sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
        d.    keuntungan dari pengalihan harta, termasuk keuntungan pengalihan harta yang
            semula berasal dari bantuan, sumbangan atau hibah;
        e.    pembagian keuntungan dari kerja sama usaha.
   2.  Bagi yayasan atau organisasi yang sejenis yang bergerak di bidang pendidikan, termasuk
        penghasilan pada butir 1. huruf a adalah :
        a.    uang pendaftaran dan uang pangkal;
        b.    uang seleksi penerimaan siswa/mahasiswa/peserta pendidikan;
        c.    uang pembangunan gedung/pengadaan prasarana atau pembayaran lainnya
               dengan nama apapun yang berkaitan dengan keberadaan siswa/ mahasiswa/peserta pendidikan;
        d.    uang SPP, uang SKS, uang ujian, uang kursus, uang seminar/lokakarya, dan
                sebagainya;
        e.    penghasilan dari kontrak kerja dalam bidang penelitian dan sebagainya;
        f.     penghasilan lainnya yang dikaitkan dengan jasa penyelenggaraan pengajaran/
               pendidikan/pelatihan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
    3. Bagi yayasan atau organisasi yang sejenis yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan,
        termasuk penghasilan pada butir 3.1. huruf a adalah :
        a.    uang pendaftaran untuk pelayanan kesehatan;
        b.    sewa kamar/ruangan di rumah sakit, poliklinik, pusat pelayanan kesehatan;
        c.    penghasilan dari perawatan kesehatan seperti uang pemeriksaan dokter, operasi,
               rontgent, scaning, pemeriksaan laboratorium, dan sebagainya;
        d.    uang pemeriksaan kesehatan termasuk "general check up";
        e.    penghasilan dari penyewaan alat-alat kesehatan, mobil ambulance dan sebagainya;
        f.     penghasilan dari penjualan obat;
        g.    penghasilan lainnya sehubungan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
               dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Pengurangan penghasilan bruto
Untuk memperoleh penghasilan neto, yayasan atau organisasi yang sejenis diperkenankan mengurangkan :
    a. biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan usaha, pekerjaan, kegiatan atau pemberian
        jasa untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau biaya yang
        berhubungan langsung dengan operasional penyelenggaraan yayasan atau organisasi yang
        sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan dengan memperhatikan Pasal 9
        ayat (1) Undang-undang PPh;
    b.  penyusutan atau amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta yang mempunyai masa
        manfaat lebih dari satu tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan  Pasal 11A Undang-
        undang PPh
    c.  subsidi/bea siswa yang diberikan kepada siswa yang kurang mampu ataupun biaya pendidikan
        siswa yang kurang mampu yang dipikul oleh yayasan atau organisasi yang sejenis yang tidak
        bergerak di bidang pendidikan, biaya pelayanan kesehatan pasien yang kurang mampu yang
        dipikul oleh yayasan atau organisasi yang sejenis yang tidak bergerak di bidang pelayanan
        kesehatan.
Contoh Pengurang Penghasilan Bruto

Biaya-biaya yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto , antara lain berupa :
    a. Bagi Yayasan Pendidikan :
        1.     Gaji/tunjangan/honorarium pimpinan/dosen/pengajar/karyawan;
        2.     Biaya umum/administrasi/alat tulis menulis kantor;
        3.     Biaya publikasi/iklan;
        4.     Biaya kendaraan;
        5.     Biaya kemahasiswaan;
        6.     Biaya ujian semester;
        7.     Biaya sewa gedung & utilities (listrik, telepon, air);
        8.     Biaya laboratorium;
        9.     Biaya penyelenggaraan asrama;
        10.   Bunga bank dan biaya-biaya bank lainnya;
        11.   Biaya pemeliharaan kampus;
        12.   Biaya penyusutan;
        13.   Kerugian karena penjualan/pengalihan harta;
        14.   Biaya penelitian dan pengembangan;
        15.   Biaya bea siswa dan pelatihan dosen/pengajar/karyawan;
        16.   Biaya pembelian buku perpustakaan dan alat-alat olah raga & peraga;
        17.   Subsidi/bea siswa bagi siswa yang kurang mampu;
        18.   Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi yang terkena.
    b. Bagi Yayasan Rumah Sakit :
        1.     Gaji/tunjangan/honorarium perawat/tenaga medis/karyawan;
        2.     Biaya umum;
        3.     Obat-obatan;
        4.     Konsumsi karyawan;
        5.     Biaya bunga;
        6.    Pemeliharaan kendaraan, inventaris, gedung;
        7.    Perlengkapan rumah sakit;
        8.    Transportasi;
        9.    Biaya penyusutan;
        10    Kerugian karena penjualan/pengalihan harta;
        11    Biaya penelitian dan pengembangan;
        12.   Biaya bea siswa dan pelatihan karyawan;
        13.   Subsidi/biaya pelayanan kesehatan pasien yang kurang mampu.

Subsidi atau pembebanan biaya bagi pasien/siswa yang kurang mampu
  
Dalam hal pasien/siswa yang kurang mampu diberikan pembebasan sebagian atau seluruh biaya pelayanan kesehatan/pendidikan oleh yayasan atau organisasi yang sejenis yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan/pendidikan, maka subsidi tersebut dibukukan sebagai berikut :
    a. sejumlah bagian yang benar-benar di bayar oleh pasien/siswa merupakan penghasilan, dan
        biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya-biaya sebagaimana
        dimaksud dalam butir 4 huruf a dan b di atas; atau
    b. sejumlah yang seharusnya diterima atau diperoleh yayasan atau organisasi yang sejenis
        merupakan penghasilan, dan sejumlah subsidi (selisih antara yang seharusnya diterima
        yayasan atau organisasi yang sejenis dengan yang benar-benar dibayar oleh pasien/siswa)
        merupakan tambahan biaya.
    Apabila yayasan atau organisasi yang sejenis memberikan subsidi sebagian atau seluruh biaya
    pelayanan kesehatan/pendidikan kepada pasien/siswa yang kurang mampu yang dirawat/bersekolah
    di rumah sakit/sekolah yang bernaung di bawah yayasan lain, maka pengeluaran subsidi dimaksud
    dapat ditambahkan sebagai biaya oleh yayasan atau organisasi yang sejenis yang memberikan
    subsidi tersebut.

Penghasilan Kena Pajak
    1. Penghasilan Kena Pajak yayasan atau organisasi yang sejenis yang dilaporkan dalam Surat
        Pemberitahuan Tahunan adalah gunggungan penghasilan pada butir 3, kecuali penghasilan
        yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, dikurangi dengan butir 4 dan dengan
        memperhatikan butir 5. Atas selisih lebih dikenakan pajak penghasilan berdasarkan tarif
        Pasal 17 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
        dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, dan apabila menunjukkan selisih negatif tidak
        terutang pajak penghasilan.
    2. Dalam menghitung gunggungan Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir
        1. tidak termasuk penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan secara final,
        misalnya pajak penghasilan atau bunga deposito, penjualan saham di bursa efek.

Kewajiban pembukuan dan penyampaian SPT
    1. Yayasan atau organisasi yang sejenis diwajibkan menyelenggarakan pembukuan sesuai
        dengan ketentuan Pasal 28 Undang-undang KUP beserta peraturan pelaksanaannya.
    2. Yayasan atau organisasi yang sejenis wajib menyampaikan SPT Tahunan dan SPT masa PPh
        sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan
Yayasan atau organisasi yang sejenis yang bergerak di bidang pendidikan formal mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi dapat mengakui dana dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan adalah dana yang akan digunakan untuk pembangunan gedung dan prasarana pendidikan yang berasal dari sisa lebih, yaitu selisih dari seluruh penerimaan yang merupakan obyek Pajak Penghasilan selain penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan tersendiri, dikurangi dengan pengeluaran untuk biaya operasional sehari-hari yayasan sebagai penghasilan pada tahun pajak digunakannya, dan sebesar dana yang telah digunakan tersebut merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pada tahun pajak yang  bersangkutan.
Dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan adalah dana yang akan digunakan untuk pembangunan gedung dan prasarana pendidikan yang berasal dari sisa lebih, yaitu selisih dari seluruh penerimaan yang merupakan obyek Pajak Penghasilan selain penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan tersendiri, dikurangi dengan pengeluaran untuk biaya operasional sehari-hari yayasan.
Pembangunan gedung dan prasarana pendidikan adalah pembangunan fisik sarana pendidikan seperti :
1) pembelian tanah untuk pembangunan prasarana pendidikan;
2) gedung sarana pendidikan;
3) asrama mahasiswa;
4) rumah dinas guru, dosen, atau karyawan;
5) peralatan laboratorium, perpustakaan termasuk buku-buku;
6) sarana olah raga;
7) inventaris kantor.

Pelaksanaan ketentuan  tersebut dilakukan sebagai berikut :
    a. sisa lebih yayasan setiap tahun yang akan digunakan untuk pembangunan gedung dan
        prasarana pendidikan dialihkan ke rekening dana pembangunan gedung dan prasarana
        pendidikan;
    b. Pembukuan atas penggunaan dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan pada
        tahun berjalan dilakukan dengan mendebet rekening aktiva dan rekening dana pembangunan
        gedung dan prasarana pendidikan serta mengkredit rekening kas atau hutang dan rekening
        modal yayasan.

Yayasan memberitahukan rencana fisik sederhana dan rencana biaya pembangunan gedung dan prasarana pendidikan tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat dengan tindasan kepada Direktur Jenderal Pendidikan tinggi dan/atau Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah atau yang ditunjuk, dan dilampiri dengan pernyataan.
Dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan wajibdigunakan untuk pembangunan gedung dan prasarana pendidikan dalam jangka waktu 4 (empat) tahun setelah berakhirnya tahun pajak diterimanya dana tersebut.
Apabila pembangunan gedung dan prasarana pendidikan dibiayai dengan dana pinjaman, maka bunga atas pinjaman tersebut dapat dibebankan sebagai biaya yayasan.
Apabila setelah lewat jangka waktu  4 (empat) tahun setelah berakhirnya tahun pajak diterimanya dana tersebut. yayasan tidak menggunakan dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan dimaksud, maka danapembangunan gedung dan prasarana pendidikan tersebut diakui sebagai penghasilan dan dikenakan Pajak Penghasilan pada tahun pajak berikutnya setelah lewat jangka waktu 4 (empat) tahun tersebut.
Pengenaan Pajak Penghasilan atas dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan yang tidak digunakan setelah lewat jangka waktu di atas ditambah dengan sanksi sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Atas pengeluaran untuk pembangunan gedung dan prasarana pendidikan yang berasal dari dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan sebagaimana dimaksud  di atas tidak boleh dilakukan penyusutan berdasarkan UU PPh.
Pembukuan dan SPT
Yayasan atau organisasi yang sejenis yang membentuk dana pembangunan gedung dan prasana pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib membuat :
a. pencatatan tersendiri atas dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan yang diterima dan
    yang digunakan setiap tahun;
b. pernyataan bahwa dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan yang tidak digunakan pada
    tahun diterimanya tersebut akan digunakan untuk pembangunan gedung dan prasarana pendidikan
    selambat-lambatnya 4 (empat) tahun setelah berakhirnya tahun Pajak yang bersangkutan.
c. Laporan mengenai penyediaan dan penggunaan dana pembangunan gedung dan prasarana    pendidikan
    dan menyampaikannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat dalam lampiran Surat
    Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan.

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
Jika Yayasan dalam operasinya tidak melakukan penyerahan barang atau jasa yang terutang PPN maka yayasan tersebut tidak termasuk kriteria subjek PPN sehingga tidak perlu dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Namun sebaliknya jika Yayasan melakukan penyerahan barang atau jasa yang terutang PPN maka harus mendaftarkan diri sebagai pengusaha kena pajak (PKP) jika omzetnya sudah lebih dari Rp 600 juta setahun dan berlaku ketentuan yang diatur dalam UU PPN dan peraturan pelaksanaannya.

Sumber:
http://www.klinik-pajak.com/2008/pajak-atas-yayasan.html
 

Pajak kalau Beli Rumah atau Tanah / BPHTB

BPHTB

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN  

A.   SUBJEK PAJAK (250304 )

1.   Siapa Subjek BPHTB ?

Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar BPHTB menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.  

B.   OBJEK PAJAK (250304 )
1.   Apa yang menjadi objek BPHTB ?
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, meliputi:
a.    Pemindahan hak karena:
  • jual beli;
  • tukar-menukar;
  • hibah;
  • hibah wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia;
  • waris;
  • pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, yaitu pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya tersebut;
  • pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, yaitu pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama;
  • penunjukan pembeli dalam lelang, yaitu penetapan pemenang lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam Risalah Lelang;
  • pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu adanya peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut;
  • penggabungan usaha, yaitu penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung;
  • peleburan usaha, yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut;
  • pemekaran usaha, yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama;
  • hadiah, yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah.
  b.   Pemberian hak baru karena:
  • 1. kelanjutan pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak;
  • 2. di luar pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • o Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.
  • o Objek pajak yang diperoleh karena waris dan hibah wasiat pengenaan BPHTB-nya diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 111 Tahun 2000;
  • o Objek pajak yang diperoleh karena pemberian hak pengelolaan pengenaan BPHTB-nya diatur lebih lanjut dengan PP Nomor 112 Tahun 2000;
  2.   Apa saja yang termasuk hak atas tanah ?
Hak atas tanah meliputi :
a.    hak milik, yaitu hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah;
b.   hak guna usaha (HGU), yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku;
c.   hak guna bangunan (HGB), yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
d.   hak pakai, yaitu hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e.    hak milik atas satuan rumah susun, yaitu hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah. Hak milik atas satuan rumah susun meliputi juga hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.
f.    hak pengelolaan, yaitu hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain, berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.

3.   Objek pajak apa saja yang tidak dikenakan BPHTB ?
  • objek pajak yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
  • objek pajak yang diperoleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;
  • objek pajak yang diperoleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut;
  • objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
  • objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena wakaf;
  • objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

  • o Yang dimaksud dengan tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum adalah tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan baik Pemerintah Pusat maupun oleh Pemerintah Daerah dan kegiatan yang semata-mata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, misalnya, tanah dan atau bangunan yang digunakan untuk instansi pemerintah, rumah sakit pemerintah, jalan umum.
  • o Yang dimaksud dengan konversi hak adalah perubahan hak dari hak lama menjadi hak baru menurut Undang-undang Pokok Agraria, termasuk pengakuan hak oleh Pemerintah.
  • o Yang dimaksud wakaf adalah perbuatan hukum orang pribadi atau badan yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa hak milik tanah dan atau bangunan dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan apapun.

C.   TARIF PAJAK (250304 )  

1.     Berapa besarnya tarif BPHTB ?
Tarif BPHTB adalah 5% (lima persen).  

D.   DASAR PENGENAAN DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK (250304 )  
1.     Apakah dasar pengenaan BPHTB ?
Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), yaitu a.  jual beli adalah harga transaksi;
  • b. tukar-menukar adalah nilai pasar;
  • c. hibah adalah nilai pasar;
  • d. hibah wasiat adalah nilai pasar;
  • e. waris adalah nilai pasar;
  • f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar;
  • g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar;
  • h. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar;
  • i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar;
  • j. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar;
  • k. penggabungan usaha adalah nilai pasar;
  • l. peleburan usaha adalah nilai pasar;
  • m. pemekaran usaha adalah nilai pasar;
  • n. hadiah adalah nilai pasar;
  • o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang.
Dalam hal NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang dipakai adalah NJOP PBB.
  • Yang dimaksud dengan harga transaksi adalah harga yang terjadi dan telah disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
  • Dalam hal NJOP PBB pada tahun terjadinya perolehan belum ditetapkan, besarnya NJOP PBB ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

2.   Apa yang boleh dikurangkan dalam penghitungan BPHTB ?
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). NPOPTKP diberikan untuk setiap perolehan hak sebagai pengurang penghitungan BPHTB terutang.  
3.   Berapa besarnya NPOPTKP ?
NPOPTKP ditetapkan secara regional (setiap kabupaten/kota) paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), kecuali dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima oleh orang pribadi dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP regional paling banyak Rp300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).
  • Besarnya NPOPTKP ditetapkan oleh Kepala Kanwil DJP atas nama Menteri Keuangan untuk setiap kabupaten/kota dengan mempertimbangkan pendapat Pemda setempat.
  • Ketentuan besarnya NPOPTKP diatur lebih lanjut dalam PP Nomor 113 Tahun 2000.

4.   Bagaimana cara menghitung BPHTB terutang ?
  • BPHTB terutang = 5 % x NPOP Kena Pajak;
  • NPOP Kena Pajak = NPOP – NPOPTKP.
 
E.   SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG (250304 )  
1.   Kapan saat BPHTB terutang dan harus dilunasi ? Saat terutang dan pelunasan BPHTB untuk:
  • a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta, yaitu tanggal dibuat dan ditandatanginya akta pemindahan hak di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris;
  • b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
  • c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
  • d. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;
  • e. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
  • f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
  • g. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang, yaitu tanggal ditandatanganinya Risalah Lelang oleh Kepala Kantor Lelang Negara atau kantor lelang lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memuat antara lain nama pemenang lelang.
  • h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
  • i. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan;
  • j. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
  • k. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak;
  • l. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta;
  • m. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta;
  • n. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta;
  • o. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.

2.   Dimana tempat BPHTB terutang?      
Tempat BPHTB terutang adalah wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang meliputi letak tanah dan atau bangunan.      

F.   PEMBAYARAN, PENETAPAN, DAN PENAGIHAN (250304 )

1.     Sistem apakah yang dipakai sebagai dasar pemungutan BPHTB ?
Sistem self assessment, dimana Wajib Pajak membayar BPHTB yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak.  
2.     Bagaimana cara membayar BPHTB ?
BPHTB yang terutang dibayar ke kas negara melalui Bank/Kantor Pos Persepsi BPHTB, yaitu Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan menggunakan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB).  
3.   Dalam waktu berapa lama SKBKB dapat diterbitkan ?      
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah BPHTB yang terutang kurang dibayar.  
4.     Berapa besarnya BPHTB terutang dalam SKBKB ?      
BPHTB terutang dalam SKBKB adalah BPHTB terutang yang belum atau kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan dari jumlah kekurangan BPHTB tersebut untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung mulai saat terutangnya BPHTB sampai dengan diterbitkannya SKBKB dimaksud.

5.   Dalam waktu berapa lama SKBKBT dapat diterbitkan ?      
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah BPHTB yang terutang setelah diterbitkannya SKBKB.  
6.     Berapa besarnya BPHTB terutang dalam SKBKBT ?      
BPHTB terutang dalam SKBKBT adalah BPHTB terutang yang belum atau kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan BPHTB tersebut, kecuali Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

7.   Bilamana STB diterbitkan ?
Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB) diterbitkan apabila : a.  BPHTB yang terutang tidak atau kurang dibayar; b.  dari hasil pemeriksaan SSB terdapat kekurangan pembayaran BPHTB sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung; c.  Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.  
8.   Berapa besarnya BPHTB terutang dalam STB ?
BPHTB terutang dalam STB akibat tidak atau kurang dibayar dan akibat salah tulis dan atau hitung adalah BPHTB terutang yang belum atau kurang dibayar ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah kekurangan BPHTB tersebut untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak saat terutangnya BPHTB.  
9.   Bagaimana kedudukan STB dalam proses penagihan BPHTB ?  
STB mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak sehingga penagihannya dapat dilanjutkan dengan penerbitan Surat Paksa.  
10.  Apakah dasar penagihan BPHTB ?
  • Dasar penagihan BPHTB adalah SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar bertambah.
  • Tata cara penagihan BPHTB diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan.

11.  Berapa lama jangka waktu pelunasan  SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar bertambah?
  • BPHTB terutang dalam SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh Wajib Pajak;
  • Apabila sampai dengan jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud tidak atau kurang dibayar, dapat ditagih dengan Surat Paksa, yaitu surat perintah membayar pajak dan tagihan yang berkaitan dengan pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mempunyai kekuatan sama dengan putusan pengadilan (parate executie).
  G.   KEBERATAN, BANDING, DAN PENGURANGAN (250304 )  
1.   Apa saja yang dapat diajukan permohonan keberatan BPHTB ?
Yang dapat diajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak adalah : a.  SKBKB, yaitu surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah BPHTB terutang, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar; b.  SKBKBT, yaitu surat ketetapan yang menentukan tambahan atas jumlah BPHTB yang telah ditetapkan; c.  SKBLB, yaitu surat ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran BPHTB karena jumlah BPHTB yang telah dibayar lebih besar daripada BPHTB yang seharusnya terutang; d.  SKBN, yaitu surat ketetapan yang menentukan jumlah BPHTB yang terutang sama besarnya dengan jumlah BPHTB yang dibayar..  
2.   Bagaimana tata cara permohonan keberatan BPHTB ?
  • Membuat permohonan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala KPPBB dengan mengemukakan jumlah BPHTB yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak disertai dengan alasan yang jelas, yaitu didukung dengan data atau bukti bahwa jumlah BPHTB yang terutang atau lebih bayar yang ditetapkan oleh fiskus tidak benar;
  • Menyampaikan permohonan secara lengkap sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam batas waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya SKBKB, SKBKBT, SKBLB, atau SKBN; kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
  • Melampirkan foto kopi sebagai berikut :
  • o Fotocopy SSB
  • o Asli SKBKB/SKBKBT/SKBLB/SKBN
  • o Fotocopy Akta/Risalah Lelang/Surat Keputusan Pemberian Hak Baru/Putusan Hakim
  • o Fotocopy KTP/ Paspor / KK /identitas lain
  • Ø Permohonan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan;
  • Ø Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan Wajib Pajak.

3.   Berapa lama jangka waktu penyelesaian permohonan keberatan BPHTB ?  
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Permohonan Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima.  
4.   Apa yang dapat disampaikan oleh Wajib Pajak sebelum keputusan keberatan BPHTB diterbitkan ?      
Sebelum surat keputusan keberatan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.  
5.   Apa bentuk keputusan keberatan  ?      
Keputusan Keberatan dapat berupa :
  • menerima seluruhnya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan terbukti kebenarannya.
  • menerima sebagian, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan sebagian terbukti kebenarannya.
  • menolak, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan tidak terbukti kebenarannya.
  • menambah jumlah pajaknya, apabila data/bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengajuan keberatan dan/atau diperoleh dalam pemeriksaan, mengakibatkan peningkatan jumlah BPHTB-nya.
6.   Apa yang dapat dilakukan Wajib Pajak jika permohonan keberatannya ditolak ?
  • Wajib Pajak yang keberatannya ditolak dapat mengajukan banding ke Badan Pengadilan Pajak (BPP).
  • Permohonan dimaksud diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
7.   Apa bentuk putusan Banding ?
Putusan Banding dapat berupa :
  • - menolak;
  • - mengabulkan sebagian atau seluruhnya;
  • - menambah pajak yang harus dibayar;
  • - tidak dapat diterima;
  8.   Bagaimana sifat Putusan Banding ?
Putusan Banding oleh BPP bukan merupakan putusan final dan dapat diajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.  
9.   Bagaimana jika Putusan Banding menerima sebagian atau seluruhnya ?
Apabila putusan banding menerima sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran BPHTB sampai dengan diterbitkannya Putusan Banding.

10.  Kepada siapa pengurangan BPHTB dapat diberikan ?      
Pengurangan BPHTB dapat diberikan Wajib Pajak melalui permohonan karena: a.  kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek BPHTB, atau b.  kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu, atau c.  tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan.

H.   PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN (250304 )  
1.  Dalam hal apa terjadi kelebihan pembayaran BPHTB ?
Kelebihan pembayaran BPHTB terjadi dalam hal :
a.  BPHTB yang dibayar lebih besar daripada yang seharusnya terutang;
b.  BPHTB yang dibayar tidak seharusnya terutang;
c.  permohonan pengurangan dikabulkan;
d.  pengajuan keberatan atas ketetapan BPHTB dikabulkan seluruhnya atau sebagian;
e.  permohonan banding terhadap keputusan keberatan dikabulkan seluruhnya atau sebagian;
f.   perubahan peraturan.

2.  Bagaimanakah perlakuan atas kelebihan pembayaran BPHTB ?
Kelebihan Pembayaran PBB dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak (restitusi), diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, atau disumbangkan kepada Negara.

3.   Dalam jangka waktu maksimal berapa lama KPPBB harus memberikan jawaban atas surat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB dimaksud ?
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak harus diterbitkan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap dari Wajib Pajak. Apabila dalam jangka waktu tersebut surat keputusan tidak diterbitkan maka permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan serta Kepala KPPBB harus menerbitkan SKBLB dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

4.   Apakah bentuk Surat Keputusan yang dapat diterbitkan atas pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB  ?
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan (sederhana dan lapangan) menerbitkan:
  • SKBLB, apabila jumlah BPHTB yang dibayar ternyata lebih besar daripada jumlah BPHTB yang terutang atau dilakukan pembayaran BPHTB yang tidak seharusnya terutang;
  • SKBN, apabila jumlah BPHTB yang dibayar sama dengan jumlah BPHTB yang terutang;
  • SKBKB, apabila jumlah BPHTB yang dibayar ternyata kurang dari jumlah BPHTB yang seharusnya terutang.
 
5.   Kapan pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB dilakukan ?
Pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKBLB, yaitu dengan diterbitkannya Surat Perintah Membayar Kelebihan BPHTB (SPMKB) oleh Kepala KPPBB. Dalam hal Kepala KPPBB terlambat menerbitkan SPMKB, maka Wajib Pajak diberikan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan sampai dengan diterbitkannya SPMKB dimaksud. .

I.    PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN BPHTB (250304 )  
1. Bagaimana pengelolaan hasil penerimaan BPHTB ?
Hasil penerimaan BPHTB dibagi dengan perimbangan sebagai berikut :
  • - 20 % (duapuluh persen) untuk pemerintah pusat yang selanjutnya dikembalikan lagi secara merata ke setiap kabupaten/kota
  • - 16 % (enambelas persen) untuk propinsi;
  • - 64 % (enampuluh empat persen) untuk kabupaten/kota.

J.   KETENTUAN  BAGI PEJABAT (250304 )  
1.   Kapan Pejabat dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan, menandatangani risalah lelang, menandatangani dan menerbitkan surat keputusan pemberian hak atas tanah (SKPH), mendaftar peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat ?
  • Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.
  • Pejabat Lelang Negara hanya dapat menandatangani Risalah Lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.
  • Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan SKPH hanya dapat menandatangani dan menerbitkan surat keputusan dimaksud pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.
  • Pendaftaran peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan Kabupaten/Kota pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran berupa SSB.
2.   Apa sanksi bagi PPAT/Notaris  atau Pejabat Lelang Negara yang menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan/risalah lelang tanpa adanya bukti pembayaran berupa SSB ?
Dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.  
3.   Apa kewajiban PPAT/Notaris  atau Pejabat Lelang Negara ?
  • Melaporkan pembuatan akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan atau Risalah Lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan kepada Direktorat Jenderal Pajak (KPPBB setempat) selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
 4.   Apa sanksi bagi PPAT/Notaris yang tidak melaporkan pembuatan akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ke KPPBB ?
Dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan.  
5.   Apa sanksi bagi Pejabat Pertanahan yang menandatangani dan menerbitkan SKPH atau mendaftar peralihan hak atas tanah karena waris atau hibah wasiat tanpa adanya bukti pembayaran berupa SSB ?
Dikenakan sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.  
6.   Apa sanksi bagi Kepala Kantor Lelang Negara  yang tidak melaporkan pembuatan risalah lelang ke KPPBB ?
Dikenakan sanksi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Sumber:
http://www.klinik-pajak.com/knowledge-base/bphtb

Biaya Jual Beli Rumah

sumber :
http://yozami.blog.friendster.com/2007/09/biaya-administrasi-rumah/
BIAYA-BIAYA
Biaya-biaya yang akan dikeluarkan selama pembelian rumah biasanya tidak
jauh dari biaya-biaya dibawah ini:
1. Biaya Pembuatan IMB
Untuk membuat IMB (Izin Mendirikan Bangunan) biasanya hanya memakan
biaya tak lebih dari 1 Juta bila kita urus sendiri sesuai jalurnya dan
bersedia menuggu sesuai waktu yang ditentukan ( biasanya 2-3 minggu).
Namun apabila kita menginginkan proses yang lebih cepat biasanya kita
akan mendapatkan biaya tambahan (kurang dari 2 minggu, tergantung
biaya). Biasanya bagi yang akan mengajukan kredit ke BANK akan meminta
dipercepat dan pada biasanya para petugas yang mengurus IMB ini juga
mengetahui tujuan dipercepat ini, sehingga mereka akan me mark-up harga
mengingat tujuan pengajuan IMB ini adalah untuk mendapatkan dana segar
dari bank. Yah, begitulah sifat dan mental para aparat kita walaupun
tidak semuanya begitu.
IMB untuk tanah yang luasanya di bawah 250m2 (kalau ga salah) bisa
dilakukan di Kelurahan dimana tanah itu berada dan tidak perlu ke BPN
(Badan Pertanahan Nasional). Pengajuan IMB ada 3 jenis yaitu, IMB rumah
baru, IMB renovasi dan IMB Rumah Lama.
a.IMB rumah baru
Untuk mengajukan rumah baru seharusnya tidak memakan biaya besar
dan lebih cepat karena biasanya yang membangun (kontraktor) sudah
memliki gambar yang fix sehingga prosesnya lebih cepat. Untuk gambar
juga harus mengikuti ketentuan yang berlaku dimana luas dan letak tanah
kosong harus sesuai dengan aturan pemerintah. Biayanya sekitar 3,5 juta
untuk proses 2 minggu. Bila kita membeli rumah yang baru di perumahan
yang baru dibangun, kita tidak perlu repot-repot membuat IMB, karena
developer pasti sudah memilki IMB untuk perumahan tersebut. Dan bila
kita membeli di perumahan dengan KPR bank., pihak bank tersebut yang
akan berurusan dengan devloper dan kita tinggal menuggu saja. Tapi bila
kita membeli dari rumah seken, maka kita harus mengurus IMBnya.
b. IMB Renovasi
IMB diajukan apabila akan dilakukan renovasi atau perombakan
rumah yang signifikan sehingga ukuran dan bentuk rumah juga berubah
banyak. Pengajuan ini juga cenderung cepat bila kita sudah memilki
gambar denah sebelum dan sesudah dirombak, serta ukuran yang baru tidak
melebihi ketentuan pemerintah yaitu luas tanah yang tersisa harus 40%
dari luas total tanah, serta letak tanah ruang tanah kosongnya harus
berada di samping, depan dan belakang rumah, sesuai ketentuan (bukan
hanya berada di depan saja). Apabila tidak sesuai dengan ketentuan, maka
gambar akan dirubah atau akau digunakan gambar palsu yang sudah
dimanipulasi yang tentu saja ini akan memakan biaya dan dan dana lebih.
Jadi lebih baik tanyakan dulu ke bagian IMB di kelurahan atau BPN agar
well prepare. Biasanya biayanya sekitar 3,5 Juta untuk tanah yang tidak
ada masalah. Yang dimaksud bermasalah adalah apabila di renovasi mejadi
sebuah rumah sedangkan denah adalah 2 kapling biasanya akan dikenakan
tambahan 500rb – 1 juta untuk merubah status tanah 2 kapling menjadi 1
kapling.
c. IMB rumah lama
IMB ini diajukan apabila kita membeli rumah seken yang belum
memliki IMB saat membangunnya (bahasa kasarnya adalah bangunan liar).
Biaya yang dikeluarkan akan lebih besar daripada IMB rumah baru dan
renovasi karena akan dikenakan denda dan dispensasi dari Pemda
(Pemerintah daerah) yang besarnya bisa lebih mahal 2-3 juta. Tergantung
persentase dari NJOP. Biaya ini belum termasuk biaya penggabungan 2
kapling atau lebih menjadi 1 kapling apabila ternnyata bangunan berada
diatas penggabungan kapling tsb. Biasanya untuk pembuatan
IMB+denda+despenasi +penggabungan tanah memkan biaya 7-8 juta.
Pengajuan ke-3 IMB diatas pada umumnya dilakukan karena alasan
mengajukan KPR dan Kredit ke BANK. Saran saya bila alasannya untuk
mengajukan kredit KPR lebih baik menggunakan IMB rumah baru saja
walaupun sebenarnya rumah tsb adalah rumah seken, jadi rumah lama yang
ada sekarang dianggap rumah yang baru di bangun. Karena bank juga tidak
akan cross check apakah IMB tersebut untuk rumah lama, renovasi atau
rumah lama. IMB bagi BANK adalah syarat administrasi dan tidak melihat
jenis IMB tsb tetapi melihat dari ukuran rumah yang tertera dengan
ukuran rumah di dalam faktur pajak. Pada umumnya setiap rumah tidak
memiliki IMB yang sesuai dengan yang eksisting karena telah banyak
perubahan baik di dalam maupun diluar bangunan. IMB yang sesuai antara
ukuran di IMB dengan eksisting akan diminta utuk pengajuan kredit.
Sebagai tambahan, pada saat mengajukan IMB, ada beberapa syarat yang
harus di persiapkan yaitu : fotocopy pemilik rumah/tanah, fotocopy KK
pemilik tanah, Fotocopy sertifikat tanah, dan berkas-berkas yang harus
di tandatangin dengan materai sebanyak 7 buah. Agar kita tidak
bolak-balik ke kelurahan/BPN, mintalah berkas-berkas yang harus di isi
dan ditandatangani sehingga kita datang ke kelurahan/BPN langsung
menyerahkan semua syarat tersebut.
2. Pajak Penjual dan Pajak Pembeli
Berhati hatilah dengan penjual rumah yang ingin menjual rumahnya
dengan harga bersih, karena kita harus tau dulu apakah harga besih
adalah harga diluar notaris dan pajak penjual atau tidak. Bila penjual
minta bersih diluar biaya-biaya lain. Bersiap-siaplah untuk merogoh
tabungan lebih banyak. Rincian pajak adalah sbb:
Pajak Penjual (PPH) : 5% x harga (tanah+rumah) NJOP
Pajak Pembeli (BPHTB) : 5% x harga (tanah+rumah – 60 Juta)
Contoh : luas tanah 145 m2, harga tanah di NJOP adalah 1.300.000/m2,
harga bangunan di NJOP 500rb/m2. Sehingga pajak penjual = 5% x [145 x (
1.300.000 + 500.000) ] = 13.050.000. Pajak pembeli = 5% x [[145 x (
1.300.000 + 500.000) ] – 60.000.000]] = 10.050.000. Sehingga apabila
kita yang harus membayar pajak pejual maka kita harus mengularkan dana
untuk pajak jual beli adalah 23.100.000 diluar harga rumah.
3. Biaya notaris
Apabila biaya notaris yang akan ditunjuk bersama di tanggung oleh
pembeli maka bersiap-siap aja untuk mengeluarkan waktu dan tenaga yang
lebih, karena selain kita harus mencari-cari notaris PPAT yang murah dan
benar (bila tidak melalui KPR Bank) kita juga harus ngotot-ngototan
menawar harga ke notarisnya. Tapi bila kita melalui KPR bank, kita akan
mendapat notaris yang sudah memiliki standar biaya dari BANK tsb. Untuk
mendapatkan harga yang spesial dari notaris BANK kita harus
pandai-pandai meloby manager cabang bagian perkreditan tempat kita
mengajukan tsb. Akan lebih baik bila kita bisa meloby ke yang lebih
berwenang diatas manager tsb, sehingga kita akan mendapatkan potongan
harga khusus untuk notaris tsb.
Biaya-biaya yang akan kita keluarkan untuk notaris sbb:
Biaya cek sertifikat : Rp.100.000
Biaya SK 59 : Rp.100.000
Biaya validasi pajak : Rp.200.000
Biaya Akte Jual Beli (AJB) : Rp.2.400.000
Biaya Balik Nama (BBN) : Rp.750.000
SKHMT : Rp.250.000
APHT : Rp.1.200.000
Total : Rp.5.000.000
Cek sertifikat diperlukan untuk memastikan apakah sertifikat
tersebut asli atau palsu, Validasi pajak juga perlu untuk memastikan
apakah pajak sudah dibayar/belum atau bukti pembayaran ternyata palsu,
biaya akte jual beli merupakan biaya perngurusan segala berkas-berkas
sampai selesai dan kita hanya menandatangani bersama si penjual semua
berkas-berkas dan pernjanjian jual beli, biaya balik nama adalah biaya
pengurusan balik nama semua sertifikat dari penjual ke pembeli.
4. Biaya Bank
Bila mengajukan kredit melalui bank kita akan dikenakan biaya
administrasi antara lain :
Biaya apraisal sebesar Rp.300.000 yaitu biaya administrasi untuk
proses pengajuan peminjaman kredit ke bank.
Biaya administrasi PSJT sebesar 0.5% dari sisa pokok kredit kita.
Biaya ini akan di bebankan ke kita bila kita kita akan melunasi KPR
kurang dari 1 tahun. Tapi bila lebih dari satu tahun kita tidak akan
dikenakan biaya apapun.
Biaya asuransi, yaitu asuransi kebakaran dan asuransi jiwa. Pada umumnya
akan kita bayar lansum selama jangka waktu kredit yang disejui, dan
bekisar antara 1.8 juta – 2,4 juta.
Uang kita juga akan ditahan (dibekukan) di dalam tabungan kita
sebesar 1 kali angsuran perbulan kita. Jadi didalam tabungan kira akan
mengendap dana minimal 1 kali angsuran yang tidak dapat kita tarik.
5. Biaya peningkatan HGB ke SHM
Bila sertifikat yang ada adalah HGB (Hak Guna Bangunan), maka
pembeli dapat meningkatkan sertifikat menjadi SHM (Sertifikat Hak
Milik). Biayanya sbb:
Biaya pemasukan kas negara (2% x (NJOP tanah – 60 Juta)
Misal harga NJOP tanah : Rp.1.300.000/ m2 dan luas tanah adalah 145 m2.
maka NJOP tanah : 1.300.000x 145 = 188.500.000. jadi biaya pemasukan
kas negara untuk peningkatan SHM adalah : 2% x (188.500.000- 60.000.00)
= Rp. 2.570.000
Jasa notaris : Rp. 1.000.000- Rp.2.000.0000. Jadi total biaya
peningkatan hak milik antara Rp 3.570.000- Rp.4.570.000
6. Biaya Roya
Roya adalah proses pencoretan atau pengembalian hak serifikat yang
awalnya dimiliki oleh Bank kepada pemilik, karena sebelumnya sertifikat
tersebut telah dijaminkan ke Bank untuk kredit. Biasanya biaya Roya alan
dikeluarkan apabila kita membeli tanah yang sedang dijaminkan oleh si
penjual (Seken). Dan seharusnya biaya ini di tanggung oleh si penjual.
Tapi apabila kita ingin proses dipercepat, maka pengurusan roya dapat
juga dilakukan oleh notaris sekaligus yang biayanya bisa dibebankan
kepada si penjual. Umumya biaya pengurusan roya yang dilakuakan sendiri
ke BPN adalah Rp.150.000 – Rp 250.000 bila di urus sendiri. Tapi bila
melalui notaris kita akan dikenaka biaya 500.000.

Sumber:
http://diskmal.wordpress.com/my-learn/pajak-biaya-jual-beli-rumah/

Seri PPh - Pajak Penghasilan Atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan

Pengertian
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan (PPh).
Pengalihan atas Tanah dan/atau Bangunan adalah:
  1. penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain Pemerintah;
  2. penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak atau cara lain yang disepakati dengan Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus;
  3. penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
Pembayar atau Penyetor PPh
  1. Orang Pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
  2. Bendahara Pemerintah atau Pejabat yang melakukan pembayaran atau menyetujui tukar-menukar.
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
  1. Wajib Pajak Orang Pribadi, yayasan atau organisasi sejenis dan Wajib Pajak Badan baik merupakan usaha pokok maupun diluar usaha pokok yang mengalihkan hak atas tanah dan atau bangunan membayar PPh Final 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan yaitu nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah dan atau bangunan, kecuali:
    1. dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah, adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan;
    2. dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang, adalah nilai menurut risalah lelang.
    Dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah, PPh Final 5% dipotong oleh Bendahara Pemerintah atau pejabat yang berwenang.
    NJOP adalah NJOP menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB), atau dalam hal SPPT belum terbit, adalah NJOP menurut SPPT tahun sebelumnya.
    Apabila tanah dan atau bangunan belum terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak, maka NJOP yang dipakai adalah NJOP menurut surat keterangan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat.
  2. Wajib Pajak yang usaha pokoknya mengalihkan hak atas tanah dan atau bangunan berupa pengalihan hak atas Rumah sederhana dan Rumah susun sederhana wajib membayar PPh Final 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan, yaitu nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah dan atau bangunan.
Dikecualikan dari Kewajiban Pembayaran/Pemungutan PPh
  1. Hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan, berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB).
  2. Pengalihan hak yang jumlah brutonya kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecahpecah, oleh Orang Pribadi yang total penghasilannya tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
  3. Pengalihan hak kepada Pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
  4. Pengalihan hak sehubungan dengan warisan, berdasarkan SKB.
  5. Dalam rangka penggabungan, peleburan dan pemekaran usaha dengan nilai buku, berdasarkan SKB.
Tata Cara Penyetoran dan Pemungutan
  1. Orang Pribadi atau Badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, wajib menyetor sendiri PPh yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos sebelum akta, keputusan perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), dan pada SSP wajib dicantumkan:
    1. Nama, alamat dan NPWP pihak yang mengalihkan Orang Pribadi atau Badan yang bersangkutan.
    2. Lokasi tanah dan atau bangunan yang dialihkan
    3. Nama pembeli
  2. Orang Pribadi yang nilai pengalihan tidak lebih dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) tetapi penghasilan lainnya dalam satu tahun melebihi PTKP, penyetoran PPh Final selambat-lambatnya pada akhir tahun pajak yang bersangkutan.
  3. Bendahara Pemerintah atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar-menukar, memungut PPh yang terutang dan menyetorkannya ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan SSP sebelum pembayaran atau tukar-menukar dilaksanakan kepada Orang Pribadi atau Badan. 
Sumber:
http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-atas-pengalihan-hak-atas-tanah-danatau-bangunan?lang=en

 

Seri PPh - Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan

Pengertian
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari Persewaan tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Yang tidak termasuk persewaan tanah dan atau bangunan yang terutang Pajak:
Penghasilan yang bersifat final apabila persewaan kamar dan ruang rapat di hotel dan sejenisnya.
Objek dan Tarif
Atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan PPh final sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.
Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewakan termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan “service charge” baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan.
Pemotong PPh
Pemotong PPh atas penghasilan yang diterima dari persewaan tanah dan/atau bangunan adalah :
  1. Apabila penyewa adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan, dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilian perusahaan luar negeri lainnya dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dipotong oleh penyewa dan penyewa wajib memberikan bukti potong kepada yang menyewakan atau yang menerima penghasilan;
  2. Apabila penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak Penghasilan selain yang tersebut pada butir 1 di atas, maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh pihak yang menyewakan.
Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan
  1. Saat Terutang
    PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa.
  2. Penyetoran dan Pelaporan
    1. Dalam hal PPh terutang harus dilunasi melalui pemotongan oleh penyewa, penyetoran ke bank persepsi dan Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
    2. Untuk pelaporan pemotongan dan penyetorannya dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat(2).
    3. Dalam hal PPh terutang harus disetor sendiri oleh yang menyewakan, maka yang menyewakan wajib menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
    4. Untuk pelaporan penyetorannya dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat(2).
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Sumber:
http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-penghasilan-atas-penghasilan-dari-persewaan-tanah-danatau-bangunan?lang=en